Wacana Kemanusiaan

image

Hari ini, kemanusiaan masih menjadi barang yang paling sibuk dibicarakan. Di panggung apapun, kemanusiaan menjadi hal yang selalu dikatakan. Lihat saja Israel, dengan telanjang mata mempertontonkan kebiadabannya pada Palestina di hadapan dunia, dia sering mengatasnamakan kemanusiaan sebagai dalih menutupi kebiadabannya.

Kemanusiaan menjadi barang dagangan. Diperdebatkan-perjuangkan, tapi di sisi lain juga kerap dilupakan-diacuhkan.

Contoh terdekatnya soal kemanusiaan yang tergerus adalah, terlalu sering kita meninggalkan dunia nyata. Kemanusiaan seolah hanya dinilai dari jumlah like Facebook atau banyaknya jumlah reshare di akun sosial media. Padahal, riuhnya dunia maya jarang berimbas pada dunia nyata (bukan berarti tidak berimbas sama sekali. Banyak kasus yang diangkat ke permukaan nyata karena riuhnya dunia maya).

Ketika kasus bocah Suriah Aylan Kurdi marak dibicarakan di dunia maya, dunia nyata merespons. Banyak dari kita bertindak karena nurani kita terenyuh. Ada yang menghujat mati-matian kepada mereka para pengacau, menyebarluaskan foto Aylan di sosial media, hingga merepresentasikan kegamangan di Timur Tengah dengan karya seni dan lainnya. Tapi apakah kita semua sadar bahwa, banyak dari Aylan-Aylan lainnya di depan mata kita detik ini?

Tengok bagaimana kebisingan politik dua kubu yang terjal pasca-Pilpres 2014 yang melibatkan massa di dunia maya, mengalihkan pikiran kita pada bagaimana harusnya bangsa ini melangkah merawat generasi bangsa. Sadarkah kita bahwa Aylan-Aylan lainnya jumlahnya banyak di negeri ini? Mereka mungkin tidak tewas mengenaskan terombang-ambing ombak laut seperti Aylan, tapi bisa jadi hampir mati karena tayangan media yang tak mendidik, putus sekolah, kelaparan, hingga menderita penyakit mematikan.

Lagi-lagi, kemanusiaan adalah urat nadi perdebatan.

Kemanusiaan adalah wacana. Wacana yang tak memiliki gagasan konkret untuk melangkah bersama dalam mewujudkannya menjadi nyata. Tengoklah ke luar rumah, betapa banyak pepohonan mati akibat keserakahan manusia. Di mana kemanusiaan kita terhadap alam ini? Ah, atau lihat lagi bagaimana sikap kita menjalankan silaturrahmi. ‘Pagar rumah’ menjadi kecenderungan orang untuk hidup makin individualis.

Saya melihat bagaimana masyarakat dunia menjadi terbuka di satu sisi, namun di sisi lain justru semakin tertutup. Membuka diri akan hal-hal yang mereka senangi, tapi menutup mata akan hal-hal yang ingin dihindari. Hari ini saya bermimpi setiap dari kita menghentikan perdebatan akan kemanusiaan. Bergeraklah bersama untuk menopang cita-cita yang menjadi esensi kemanusiaan itu sendiri.

With peace and love,
@sundakelapa90

Jakarta Pusat, 2 Maret 2016
Pukul 15.07

(Note: tulisan ini juga dipublikasikan di blog Ikatan Keluarga Alumni Pon-Pes Daarul Rahman (IKDAR) dengan alamat blog ikdarindependen.wordpress.com)

Posted from WordPress for Android

Leave a comment